Amerika Serikat dan China

Sejak masa kampanye
kepresidenannya, Presiden AS
Donald Trump telah mengindikasikan
akan mengarahkan perekonomian
AS kepada proteksionisme. Hal
tersebut semakin terlihat dengan
memburuknya hubungan ekonomi
AS-China yang mengarah pada
perang dagang. Pemerintahan
Presiden Donald Trump mengenakan
tarif impor sebesar US$50-US$60
miliar untuk sejumlah produk China
yang masuk ke Amerika dalam
upaya memperbaiki perekonomian
dalam negeri dan mengurangi defisit
neraca perdagangan kedua negara.
Presiden Trump mengumumkan
menaikkan tarif impor hingga 15%
untuk baja dan 10% untuk aluminium.
Selain pengenaan tarif impor, AS juga
berencana untuk membatasi investasi
dan mengambil tindakan untuk
China di Organisasi Perdagangan
Dunia (World Trade Organization/
WTO) karena menganggap negara
tersebut bersikap tidak adil dalam
perdagangan bilateral. Pemerintah
China membalas tindakan AS dengan
menaikkan tarif impor hingga 25%
terhadap produk impor AS dan akan
membawa masalah ini juga ke WTO. Di tingkat global, perang dagang
dua negara berpengaruh ini dapat
memicu pelemahan ekonomi dunia
dan berimplikasi pada Indonesia.

AS dan China diambang
perang dagang setelah hasil
investigasi selama tujuh bulan
yang dilakukan Penasihat Trump
di bidang perdagangan, Robert
Lighthnizer, menyimpulkan praktik
perdagangan China berpotensi tidak
adil kepada AS. China dituduh
mencuri kekayaan intelektual dengan
meretas jaringan komputer sehingga
AS mengaku dirugikan ratusan
miliar dolar. China telah memaksa
perusahaan AS untuk menyerahkan
kekayaan intelektual mereka melalui
serangkaian kebijakan struktural
oleh negara. AS memiliki bukti
bahwa China menekan perusahaanperusahaan
internasional untuk
melakukan transfer teknologi dengan
mewajibkan mereka menciptakan
kemitraan lokal agar bisa memasuki
pasar China. AS juga menemukan
bukti bahwa China mengarahkan
investasi mereka di AS ke industri
strategis, dan melakukan serta
mendukung serangan siber.
Pemberlakuan tarif impor untuk
sejumlah produk China dipandang
sebagai kebijakan yang tepat untuk
masa depan perindustrian AS.
Presiden Trump menetapkan tarif
sekitar US$50–US$60 miliar atau
sekitar Rp827,34 triliun atas produk
China yang masuk ke negaranya.
AS juga menetapkan tarif impor
sebesar 25% untuk baja dan 10%
untuk aluminium dari China.
Departemen Keuangan AS juga
sedang menyusun rencana tambahan
mencakup pemberlakuan tarif bea
masuk untuk sejumlah produk
China. Sebagai langkah lanjut, AS
mengancam akan mengajukan
pengaduan kepada WTO. Pemerintah
AS terus menekan China untuk lebih
membuka ekonominya bagi pebisnis
AS, menurunkan defisit perdagangan
hingga US$100 miliar, menghapus
aturan yang mewajibkan korporasi
asing membentuk perusahaan
patungan dengan korporasi China,
dan berhenti memaksa kalangan
bisnis AS untuk memberikan hak
kekayaan intelektual agar bisa
beroperasi di China.

Direktur Jenderal WTO Roberto
Azevedo, menyatakan WTO tengah
mengalami salah satu periode
terberatnya karena ada risiko bahwa
perang dagang akan sebabkan
turunnya pertumbuhan ekonomi
global. Komentar Azevedo tersebut
sejalan dengan meningkatnya
ketegangan perdagangan antara AS
dengan China, ditandai penerapan
tarif impor antara kedua negara
tersebut.
Kebijakan Presiden Donald
Trump menerapkan tarif impor bisa
menjadi bumerang bagi AS. China
bukan satu-satunya negara yang
mendapat ancaman penangguhan
tarif impor baja dan aluminium.
Meskipun akhirnya dibatalkan,
Presiden Trump juga mengarahkan
kebijakannya tersebut kepada
mitra dagang utamanya di Uni
Eropa, Argentina, Australia, Brasil,
Kanada, Meksiko, dan Korea
Selatan hingga 1 Mei 2018. Alih-alih
mendapat keuntungan, AS akan
mendapat tentangan dari negaranegara
lain yang membalas juga
dengan kebijakan tarif impor baru.
Para pakar ekonomi
internasional memproyeksikan
terdapat empat tingkatan konflik
yang mungkin terjadi dalam proses
menuju perang dagang. Pertama,
AS melakukan kebijakan tarif impor
baru yang cukup tinggi. Kedua,
negara-negara di luar AS bereaksi
dengan melakukan kebijakan yang
sama terhadap impor produk AS ke
negaranya. Ketiga, ekonomi global
menuju kondisi perang dagang
pada tahap-tahap selanjutnya.
Keempat, terjadi perang dagang
yang sesungguhnya yang melibatkan
banyak negara dan mempengaruhi
perekonomian global. Volume
perdagangan dunia akan melambat
dan itu sangat tidak diharapkan
terjadi karena akan berpengaruh
kepada semua negara. Perang dagang
akan mempengaruhi rantai pasokan
global sehingga banyak perusahaan
harus menghitung lagi jalur produksi,
distribusi, dan biayanya. Dalam
kondisi tersebut setiap negara,
perusahaan, hingga konsumen harus
siap dengan kondisi perekonomian
baru.
Dalam upaya meredakan
ketegangan ekonomi AS–China,
Presiden China Xi Jinping menyatakan
negaranya akan menerapkan
sistem ekonomi terbuka. Termasuk
menurunkan tarif impor mobil dan
melindungi kekayaan intelektual
perusahaan-perusahaan asing yang
berada di China. Kebijakan tersebut
ditempuh karena reformasi ekonomi
China terjadi secara perlahan. China
memilih untuk mengendurkan
perang dagang agar mengurangi
eskalasi dan sesuai yang diinginkan
pasar. China menyadari jika perang
dagang antar kedua negara terjadi,
perekonomiannya akan mengalami
kemunduran yang besar, akan
berdampak sangat serius terhadap
proses ekonomi yang digagaskan
oleh Xi Jinping. Oleh sebab itu, China
melakukan segala upaya untuk
berkompromi.

Konflik Suriah

Konflik di Suriah berawal dari sebuah protes
terhadap penangkapan beberapa pelajar di kota
kecil Daraa. Ketika itu Maret 2011, 15 pelajar
berumur antara 9-15 tahun menulis sloganslogan
anti-pemerintah di tembok-tembok
kota. Slogan-slogan itu berbunyi, “Rakyat
menginginkan rezim turun.” Anak-anak ini
kemungkinan terinspirasi oleh pergolakan di
Tunisia yang menyebabkan Presiden Zainal
Abidin bin Ali turun pada 14 Januari 2011,
dan pergolakan Mesir yang mengakibatkan
jatuhnya Presiden Hosni Mubarok pada 1 Februari 2011. Melihat aksi 15 pelajar itu, polisi
Suriah yang dipimpin oleh Jendral Atef Najib,
sepupu Presiden Bashir al Assad menangkap
dan memanjarakan anak-anak ini. Akibatnya,
lahirlah gelombang protes yang menuntut
pembebasan anak-anak tersebut. Reaksi
tentara terhadap protes itu berlebihan, mereka
menambaki para pemrotes dan mengakibatkan
4 orang meninggal. Reaksi itu tidak meredakan
protes, sebaliknya protes semakin meluas dari
Deraa menuju kota–kota pinggiran Latakia dan
Banyas di Pantai Mediterania atau laut Tengah,
Homs, Ar Rasta, dan Hama di Suriah Barat,
serta Deir es Zor di Suriah Timur.

Protes dan demonstrasi ini kemudian
berkembang menjadi perang sipil yang
dahsyat. Perang ini tidak saja menggunakan
senjata konvesional sebagaimana layaknya
yang digunakan dalam perang, tapi juga
menggunakan senjata kimia. Ada pandangan yang menyatakan bahwa perang yang saat ini terjadi Suriah adalah
perang antara mazhab Syi’ah yang diwakili oleh
Bashar al-Assad dan para penentangnya yang
bermazhab Sunni. Pandangan ini dibangun
atas fakta yang terjadi di Suriah: ada dua
kekuatan besar yang sedang bertarung, yakni
Arab Saudi yang bermazhab Sunni dan Iran
bermazhab Syi’ah. Fakta lainnya adalah bahwa
pemerintahan Assad didukung oleh Iran dan
gerakan Hizbullah, Iran merupakan negara
yang bermazhab Syi’ah dan Hizbollah adalah
gerakan berhaluan Syi’ah yang bermarkas di
Lebanon.

Sebaliknya para penentang Assad
mendapat dukungan negara-negara yang
bermazhab Sunni seperti Arab Saudi, Quwait,
dan Afganistan. Dengan merujuk peta konflik yang
terjadi di Suriah, pertanyaan menarik yang
perlu diajukan adalah apakah benar konflik
di Suriah kemudian bisa dikatakan sebagai
konflik yang dilatarbelakangi oleh perbedaan
teologis? Terlalu sederhana untuk menyatakan
bahwa konflik tersebut merupakan konflik
teologis, meskipun asumsi tersebut juga tidak
bisa diabaikan sama sekali. Sebuah konflik
terjadi tidak disebabkan oleh satu sebab
tunggal. Konflik selalu lahir oleh sebab yang
kompleks dan diliputi oleh banyak faktor dan
kepentingan. Isu agama biasanya merupakan
salah satu faktor pemicu di antara faktor-faktor
yang lahir sebagai penyebab konflik

Konflik Palestina – Israel

Konflik Israel-Palestina ini bukanlah sebuah konflik dua sisi yang sederhana, seolah-olah seluruh bangsa Israel (atau bahkan seluruh orang Yahudi yang berkebangsaan Israel) memiliki satu pandangan yang sama, sementara seluruh bangsa Palestina memiliki pandangan yang sebaliknya. Di kedua komunitas terdapat orang-orang dan kelompok-kelompok yang menganjurkan penyingkiran teritorial total dari komunitas yang lainnya, sebagian menganjurkan solusi dua negara, dan sebagian lagi menganjurkan solusi dua bangsa dengan satu negara sekular yang mencakup wilayah Israel masa kini, Jalur Gaza, Tepi Barat, dan Jerussalem Timur. Pada saat pemerintahan Inggris dengan secara intensif melucuti senjata rakyat Palestina. Namun pada kesempatan lain, pemerintah Inggris menutup mata pada pihak Israel, bahkan menggalakkan pemilikan senjata secara rahasia, mempersenjatai mereka, dan membentuk milisi serta melatih mereka. Hingga pada saat pecahnya perang 1948, jumlah pasukan bersenjata Israel sudah mencapai 70.000 tentara. Jumlah ini tiga kali lipat dari jumlah tentara Arab yang ikut bagian dalam kancah perang 1948.

Palestina mempunyai sejarah yang sangat panjang sejak kerajaan
Romawi berkuasa. Sejak tahun 1517 hingga 1917 kerajaan Ottoman Turki menguasai Arab termasuk wilayah yang saat ini menjadi Lebanon, Syria dan Palestina. Selama perang dunia ke I (1914-1918), Turki menjadi sekutu Jerman. Ketika Jerman dan Turki kalah, pada tahun 1916 kontrol atas wilayah kekuasaan kerajaan Ottoman dilimpahkan pada Inggris (British Mandate) dan Perancis (France Mandate) dibawah perjanjian Sykes-Picot Agreement, yang membagi Arab menjadi beberapa wilayah. Lebanon dan Syria dibawah kekuasaan Perancis (France mandate) sementara Irak dan Palestina termasuk wilayah yang saat ini dikenal dengan negara Jordan dibawah kekuasaan Inggris (British Mandate). Baik bangsa Arab maupun Yahudi sama-sama berjasa pada Inggris dalam perang dunia I sehingga Inggris berhasil mengalahkan Jerman dan Turki. Setelah perang usai, pihak Arab meminta wilayah yang dulu dikuasai Turki termasuk Palestina sepenuhnya menjadi milik Arab. Tapi pihak Yahudi juga meminta pada Inggris yang dulu menjanjikan seluruh Palestina (termasuk Jordan yang dulu belum ada) untuk diserahkan pada bangsa Yahudi

Sejak tahun 1920 situasi sudah memanas di Palestina diakibatkan imigrasi besar-besaran bangsa Yahudi dari seluruh dunia ke Palestina. Hal ini membuat bangsa Arab semakin marah besar. Pada tanggal 14 Mei 1948 bangsa Yahudi akhirnya memproklamirkan Negara Israel di Palestina. Tetapi bangsa Arab tidak mau ada Negara Israel di Palestina sehingga bangsa Arab bersekutu untuk menyerang Israel dan merebut Palestina. Perang pun terjadi dari 15 Mei 1948 hingga 10 Maret 1949 dan dimenangkan oleh Israel. Wilayah Israel pun bertambah dari sebelumnya yang telah diberikan oleh PBB. Dalam dasarnya perang adalah sengketa antara Negara-negara dengan menggunakan angkatan perangnya masing-masing, warga Negara dari pihak-pihak yang berperang yang tidak tergolong pada anggota angkatan perang, secara langsung maupun tidak langsung tidak ikut serta dalam gerakan-gerakan permusuhan itu. Mereka tidak menyerang dan tidak mempertahankan diri. Ini adalah hasil daripada revolusi praktikpraktik yang berlainan dengan kebiasaan-kebiasaan di masa-masa yang telah lampau.

Yunani Crisis Economic

Tahun 1999, Yunani dinyatakan tidak memenuhi kualifikasi untuk masuk menjadi anggota Eurozone. Namun, dengan manipulasi laporan keuangan Negara, terutama utang, Yunani diterima dalam Eurozone dua tahun kemudian. Yunani menjadi negara ke 12 dan terakhir yang masuk menjadi anggota Eurozone sebelum peluncuran mata uang Euro ke pasar pada awal tahun 2002. Untuk bergabung dengan para pengguna mata uang Euro lainnya, sebuah negara harus menunjukkan bahwa mereka sudah mencapai konvergensi ekonomi dengan anggota Eurozone lainnya untuk memastikan bahwa negara tersebut tidak akan membahayakan anggota Eurozone lainnya. Ketika Yunani diterima keanggotaannya sebagai salah satu negara pengguna mata uang Euro. Setelah Konstantinos Karamanlis mengambil alih kekuasaan sebagai perdana menteri, mulailah terlihat kejanggalan atas manipulasi yang dilakukan pemerintah Yunani sebelumnya. Syarat defisit anggaran tidak boleh lebih dari 1,5% untuk bergabung dengan Eurozone, ternyata data sesungguhnya menunjukkan tingkat defisit anggaran yang mencapai 8,3%, berlipat-lipat lebih tinggi dari apa yang dilaporkan. Konstantinos Karamanlis menghadapi dilemma dengan fakta yang ia temukan atas defisit anggaran negaranya.

Uni Eropa telah mengetahui kebohongan Yunani yang memanipulasi data agar dapat bergabung dengan negara Uni Eropa lain untuk menggunakan mata uang Euro. Namun, Uni Eropa tidak memberikan sanksi kepada Yunani. Ada tiga alasan mengapa Uni Eropa tidak memberikan sanksi kepada Yunani, yaitu:
1. Perancis dan Jerman juga menggunakan anggaran melebihi batas limit pada saat itu.  2. Tidak ada ketidakpastian sanksi yang akan dikenakan. Uni Eropa bisa saja mengeluarkan Yunani dari keanggotaan mereka namun hal tersebut tentu akan mengganggu stabilitas dan melemahkan Euro sendiri. 3. Uni Eropa ingin memperkuat mata uang Euro di pasar internasional. Menguatnya Euro dipasaran internasional tentu akan meyakinkan negara anggota Uni Eropa lain seperti Inggris, Denmark dan Swedia untuk mengadopsi Euro menjadi mata uang bagi negaranya juga.

Pada tahun 2004 Yunani menjadi penyelanggara Olimpiade, Olimpiade sendiri memang pada awalnya tercetus pertama kali di Yunani. Olimpiade Yunani pada 2004 sangatlah penuh dengan kemewahan serta canggihnya teknologi yang digunakan. Dan ternyata kecanggihan dan kemewahan olimpiade itu sangatlah mahal harganya, kecanggihan olimpiade 6 tahun lalu itulah yang menjadi salah satu penyebab dari sekian banyak penyebab terjadinya kebangkrutan Yunani.